Surabaya – Salah satu permasalahan kota besar adalah banjir. Surabaya pun tak luput dari permasalahan kumpulan air yang menggenang ini. Bukannya tanpa upaya, Pemkot Surabaya sudah berusaha menyelesaikan masalah tersebut.

Sebelum banjir terjadi atau saat terjadi hujan, Pemkot Surabaya selalu melakukan pemantauan. Namun pemantauan tersebut masih bersifat lokal dan belum terpusat sehingga hasilnya belum bisa maksimal. Dua siswa SMA ini punya solusinya.

Mengandalkan teknologi seadanya, mereka menciptakan Flood Base, sebuah aplikasi berbasis web yang berguna untuk memantau banjir di seluruh wilayah kota Surabaya. Dua siswa inovatif ini adalah Ahmad Haidar Fakhrudin dan Habib Ihza Alamsyah. Keduanya duduk di bangku kelas XI SMAN 1 Surabaya.

“Idenya ya dari kawasan rumah yang kebanjiran,” ujar Habib kepada detikINET di SMA 1 Surabaya, Sabtu (19/11/2016).

Rumah Habib dan Haidar yang ada di kawasan Petemon memang selalu menjadi langganan banjir. Meski tak selalu rumah yang kebanjiran, tetapi akses jalan di kawasan tersebut memang selalu tergenang air. Bagaimana cara keja Flood Base memantau banjir?

Diterangkan Habib, Flood Base bertumpu pada sensor ultrasonik yang bisa mengukur ketinggian genangan air. Hasilnya akan ditampilkan pada layar monitor atau LCD. Bagaimana aplikasinya?


“Sensor ultrasonik bisa ditempatkan atau dipasang pada sebuah tiang. Sensor ini memancarkan sonar ke jalan yang tergenang air. Sistem sonar ini mengeluarkan suara yang pancarannya akan dipantulkan ke alat tersebut yang kemudian diteruskan ke data base,” lanjut Habib.

Haidar menimpali, Oleh web, hasil pancaran sonar kemudian diolah dan ditampilkan pada layar monitor. Tampilan itu berupa peta kota. Dalam peta akan ditunjukkan titik atau wilayah mana saja yang terdapat genangan air lengkap dengan ketinggiannya. Dari situ dengan mudah genangan atau banjir bisa dipantau dan diketahui.

“Karya ini sebenarnya juga terinspirasi oleh sebuah alat untuk mengukur ketinggian sungai di luar negeri. Tetapi alat itu menggunakan pelampung, bukan sonar,” kata Haidar.

Haidar menambahkan tidak diperlukan waktu lama untuk membuat aplikasi berbasis web ini, hanya empat hari. Biaya pembuatannya pun tidak mahal, hanya Rp 180 yang terdiri dari sensor, LCD, micro controller, dan modul wifi. Keunggulan dari aplikasi ini, kata Haidar, adalah sifatnya yang real time.


“Berkat sensor sonar, ketinggian air yang naik atau turun akan berubah dengan sendirinya yang bisa diketahui detik itu juga melalui layar monitor. Dengan memasang sensor di penjuru kota, maka banjir bisa dipantau dengan mudah,” lanjut Haidar.

Aplikasi ini telah diikut sertakan dalam Kompetisi Generasi Maju Arek Suroboyo (Gemas) Hari Pahlawan yang digelar di Kapas Krampung Plaza (Kaza). Dalam lomba yang dilaksanakan 17-18 November 2016 itu, aplikasi ini menyabet juara I dalam kategori Teknologi Inovasi dan Kreasi tingkat SMP/SMK se-Kota Surabaya.

Kepala Sekolah SMA I Surabaya Johanes Mardiono sangat bangga dengan karya inovatif siswanya. Johanes sangat mendukung dan selalu mewadahi apapun kreativitas siswa. “Karya ini sangat inovatif. Tidak hanya inovatif, tetapi karya ini juga aplikatif. Bisa dperuntukkan dan dapat dimanfaatkan oleh orang banyak,” kata Johanes.


Fajar Okto Briarto, guru Prakarya dan Kewirausahaan SMAN I Surabaya yang mengamati perkembangan kedua siswa ini juga mendukung karya ini melalui power atau daya yang digunaan pada alat pengindera ini. Kebetulan pada pelajaran yang diampunya, siswa kelas XI mempelajari pembangkit listrik sederhana yang menggunakan panel surya.

“Mereka mengadopsi pengetahuan tentang pembangkit energi listrik ini untuk karya mereka,” kata Fajar.

Fajar berharap karya ini tak hanya mentok pada kompetisi saja. Fajar menginginkan karya ini bisa segera diaplikasikan. Dan Fajar juga berharap Pemkot Surabaya bisa melirik karya ini. Karena karya ini pastilah sangat berguna.

“Pada akhirnya karya ini akan sia-sia bila tidak diaplikasikan. Selain Surabaya, aplikasi ini tentu saja akan berguna untuk kota lain juga dengan permasalahan banjir yang ada,” kata Fajar.


Posting Komentar