Terdengar ramai sasus bahwa mantan Presiden Soeharto punya guru kebatinan. Siapa orangnya? pada masa Orde Baru publik mengenal betul nama Sudjono Hoemardani.

Sudjono Hoemardani adalah rekan dekat Pak Harto selama menjadi tentara. Kedekatan itu makin terasa pada pertengahan 1966, ketika Pak Harto menjadi pejabat presien. Saat itu Pak Harto membentuk Staf Pribadi (Spri). Selain orang sipil, ada enam perwira militer termasuk Sudjono Hoemardani. Spri dipimpin Alamsyah Ratuprawiranegara.

Menurut peneliti Michael Sean Malley dalam artikelnya tentang Sudjono Hoemardani yang dimuat Prisma edisi khusus 20 tahun, pembentukan Spri ini sangat penting secara politis. Jenderal AH Nasution mengakui, pengasingan dia dan beberapa perwira yang menginginkan pembaruan politik dimulai dengan pembentukan lembaga ini. Sudjono dianggap sebagai penasihat penting bagi Pak Harto. Dia sering mendampingi Pak Harto dalam berbagai acara, di dalam dan luar negeri.

Siapa Sudjono Hoemardani? Dia dikenal sebagai sosok yang sangat terpengaruh mistisisme Jawa. Dia juga dikenal sebagai pendukung organisasi yang berkaitan dengan aliran kepercayaan. Ilmu kejawen sangat dihargai oleh Sudjono. Dia cenderung menggunakan pengibaratan wayang untuk menjelaskan masalah-masalah kontemporer.

Dari penguasaan Sudjono terhadap ilmu Kejawen dan seringnya mendampingi Pak Harto itulah muncul anggapan, Sudjono adalah guru kebatinan Pak Harto.

Rupanya, Pak Harto tanggap atas anggapan orang itu. Benarkah Sudjono guru kebatinan Pak Harto? Pak Harto pun merasa perlu menjelaskan persoalan ini dalam otobiografinya, Soeharto, Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya seperti dipaparkan kepada G Dwipayana dan Ramadhan KH.

Menurut Pak Harto sebenarnya tidak seperti itu. "Padahal Djono sendiri biasa sungkem kepada saya. Ia menganggap saya lebih tua dan lebih mengetahui soal kebatinan," ujar Pak Harto.

Bagi Pak Harto, kebatinan adalah ilmu mendekatkan diri kepada Tuhan. "Memang benar, Djono suka datang kepada saya dengan membawa buku berisi tulisan. Ia mempunyai kepercayaan. Maka ia suka menyampaikan sarannya. Saya terima saja sarannya, untuk menyenangkan hatinya. Tidak saya telan begitu saja sarannya," kata Pak Harto.

Saran Sudjono, ujar Pak Harto, dianalisa, dipertimbangkan, apakah rasional atau tidak. Jika rasional, jika masuk akal, maka saya terima. Jika tidak saran itu tidak dipakai.

"Jadi, yang mengira bahwa Djono itu guru kebatinan saya, kecele. Sangkaan begitu tidak benar. Mengenai ilmu kebatinan, Sudjono lebih banyak bertanya kepada saya daripada sebaliknya. Ia sendiri pernah berkata, 'Saya berguru kepada Pak Harto.'," demikian pengakuan Pak Harto. Jadi rupanya, sosok yang dianggap guru kebatinan itu malah belajar kepada Pak Harto.


Posting Komentar