Pertanyaan: Berdoa atau berdzikir dengan keadaan mata terpejam memang terasa lebih khusyuk. Dan saya sering melakukannya. Namun akhir-akhir ini ada perasaan khawaatir, jangan-jangan hal itu tidak sesuai deengan ajaran Nabi. Mohon penjelasan.

Jika ada orang yang bertanya, “Seandainya ada seorang yang memejamkan kedua matanya sehingga tidak memandang apa-apa, apakah hal ini diperbolehkan ataukah tidak, maka jawabannya pendapat yang benar, hal tersebut dimakruhkan karena tindakan tersebut menyerupai tindakan majusi pada saat memuja api. Di mana mereka pada saat itu memejamkan mata-mata mereka. Bahkan ada yang mengatakan bahwa hal tersebut juga merupakan perbuatan orang-orang Yahudi sedangkan menyerupai orang-orang non Islam, minimal hukumnya adalah haram, sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Jika demikian memejamkan mata pada saat sholat minimal hukumnya adalah makruh. Kecuali jika ada penyebab untuk melakukannya.

Misalnya di sekeliling orang yang sholat tersebut, terdapat sesuatu yang mengganggu konsentrasinya seandainya dia membuka kedua matanya. Nah! Pada saat inilah hendaknya mata dipejamkan dalam rangka menghindari hal yang tidak diinginkan tersebut. Andai ada orang yang bertanya, ‘Jika aku memejamkan mataku, maka aku merasa lebih khusyu’ daripada aku tidak memejamkan mataku’ lalu apakah aku diperbolehkan memejamkan mata karena alasan demikian. Jawabannya adalah tetap tidak boleh. Karena kekhusyukan yang didapatkan melakukan perbuatan yang hukumnya makruh itu berasal dari syetan. Kekhusyukan seperti itu tak ubahnya sebagaimana kekhusyukan orang-orang sufi. Ketika melafadzkan dzikir-dzikir bid’ah, syetan terkadang menjauh dari hati kita sehingga tidak menimbulkan was-was ketika kita memejamkan mata dengan maksud untuk menjerumuskan kita dalam hal yang hukumnya makruh. Hendaknya mata tetap kita buka hendaknya kita berusaha untuk khusyuk ketika melaksanakan shalat. Sedangkan memejamkan mata tanpa sebab agar mendapatkan kekhusyukan sekali lagi ini berasal dari syetan. (Lihat Shifat as-Sholah karya Ibn Utsaimin hal 53 cetakan Darul Kutub al-Ilmiah) Sumber: ustadzaris

Posting Komentar